Rahasia Vatikan: Homoseksualitas, Kemunafikan, dan Kekuasaan dalam Gereja

Homoseksualitas, Kemunafikan, dan Kekuasaan dalam Gereja



Vatikan, pusatnya Gereja Katolik di Roma, Italia, ibarat surga buat jutaan umat dan simbol sejarah yang kaya banget. Meski jadi pusat agama yang ngajarin soal moral, Gereja ini dari dulu getol banget ngecam homoseksualitas, bilang itu "kelainan". Tapi, kalau dilihat lebih deket, ada yang ganjil nih, banyak imam dan pastor tinggi yang katanya diem-diem malah berhubungan sesama jenis, jauh dari mata umat yang percaya.


Nah, ada buku yang ngebongkar habis masalah ini, judulnya "In the Closet of the Vatican: Kekuasaan, Homoseksualitas, Kemunafikan" karya Frédéric Martel, seorang jurnalis Prancis. Buku ini laris manis karena pelan-pelan ngebuktiin kalau di Vatikan dan di kalangan petinggi Gereja Katolik itu ada budaya homoseksualitas yang merajalela. Martel ini kerja keras banget, wawancara lebih dari 1.500 imam, uskup, dan pejabat Gereja lainnya, dan hasilnya bikin kaget: hampir 80% imam di Vatikan itu ternyata homoseksual! Angka segede ini jelas bikin doktrin Gereja soal LGBTQ+ jadi kayak omong kosong.


Dari analisis Martel, ketahuan kalau ribuan imam dan uskup ini kayak punya "dua muka". Di depan umum, mereka ngecam homoseksualitas, tapi di belakang, mereka malah pacaran sama sesama jenis dan berhubungan seks. Martel bahkan bilang, banyak imam ini bukan cuma nahan diri buat gak jadi gay, tapi malah terang-terangan pacaran, bahkan ada yang punya "pacar" tetap. Parahnya lagi, ada juga yang katanya ikut jaringan seks yang lebih gede, termasuk yang ada unsur pornografinya.


Masalah selibat (gak boleh nikah) di kalangan pemimpin agama ini juga bikin rumit. Ada yang mungkin tetap perawan demi jabatan di Gereja, sambil merjuangin seksualitas mereka. Seorang pastor senior di Italia bahkan bilang ke Martel, "Di Vatikan, setidaknya setengah dari pastor itu cenderung homoseksual," seolah-olah homoseksualitas itu udah jadi bagian dari budaya di sana, padahal seharusnya yang dianut itu heteroseksualitas.


Artikel ini juga ngebongkar kalau uskup dan kardinal gay yang punya kuasa itu punya pengaruh gede di Gereja, dan mereka bikin suasana yang aneh, di mana tuntutan moral itu kayak bertolak belakang sama kelakuan aslinya.


Seorang pastor tua bahkan nyebut Vatikan itu "lembaga gay," kayak "klub cowok gede". Anggota klub ini beda-beda orientasi seksualnya, ada yang lebih terbuka, ada yang lebih "lurus," tapi tetep aja ada yang terang-terangan gay.


Penyelidikan Martel ini ngebawa nama-nama besar dari Gereja, termasuk pejabat senior kayak Uskup Agung Jean-Marie Villot, yang terang-terangan nerima sisi gay-nya waktu jadi sekretaris pribadi Paus Paulus VI. Ada juga pejabat kuat lainnya, seorang kardinal deket Paus Yohanes Paulus II yang disebut "gay flamboyan". Keberadaan mereka ini ngebuktiin kalau petinggi Vatikan itu emang udah kecemar sama kelakuan yang mereka kecam sendiri.


Selain itu, Martel juga ngebongkar laporan yang nyebutin kalau beberapa imam itu sering ke pelacur cowok, bahkan ada kardinal yang katanya suka ke bar gay dan klub di Roma. Beberapa tempat yang terkenal di buku ini antara lain klub mandi uap Europa Multiclub dan bar trendi Twink, yang dua-duanya tempat nongkrongnya komunitas LGBTQ+ di kota itu.


Budaya munafik dan tutup-tutupan ini otomatis bikin subur budaya pemerasan. Imam-imam bisa diancam bakal dibongkar aibnya kalau mereka gak ikut ngecam LGBTQ+ sesuai aturan Gereja. Bukti-bukti yang dikumpulin Martel ini nunjukkin kalau Paus-Paus kayak Benediktus XVI dan Fransiskus itu bukan cuma terlibat nutup-nutupi skandal pastor gay, tapi juga kerja sama buat ngejaga citra Gereja biar keliatan suci.


Salah satu cerita yang paling bikin merinding di buku ini adalah kisah mantan tentara Swiss yang digoda sama seorang pastor tinggi, terus dibawa ke dunia "anak laki-laki sewaan" dan pesta seks sadomasokistik. Meski si pastor akhirnya ditangkep, skandal ini cepet-cepet ditutupin, nunjukkin seberapa jauh Gereja bakal ngelindungin reputasinya.


Pengungkapan di buku Martel ini diteliti dengan bener dan ngebuktiin betapa parahnya kemunafikan, penyalahgunaan wewenang, dan penyimpangan seks yang kayaknya udah nyebar di kalangan petinggi Gereja Katolik. Ini nunjukkin kalau Gereja, yang ngaku paling bermoral dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, ternyata malah deket sama sekelompok cowok homoseksual yang ngendaliin doktrin dan kebijakannya.


Intinya, meski doktrin Gereja tetep ngejelek-jelekin dan nge-stigma LGBTQ+, kenyataannya malah kebalikannya. Struktur Gereja Katolik yang vertikal ini kayak ngelindungin banyak banget cowok gay yang hidup dalam persembunyian dan kontradiksi, yang akhirnya malah bikin lingkaran setan pelecehan moral dan seksual.


Pengungkapan Martel ini jadi tamparan keras buat citra moral Gereja, karena ngebongkar kelemahan dalam ideologi mereka dan ngebuktiin kalau homofobia yang udah lama ada itu sebenernya gara-gara konflik internal organisasi dengan rasa bersalah dan malu soal kelakuan seksual para pemimpinnya. Buku ini ngasih pandangan yang mendalam soal hubungan antara seksualitas, agama, dan kekuasaan di dalam sebuah lembaga, dan ngajak pembaca buat mikirin apa arti temuan ini buat umat Katolik dan masyarakat luas.


Slide 1
Slide 1
Slide 1
Slide 1

Previous Post Next Post