![]() |
Terlalu Amat Gelap |
Martin Luther King Jr. dikenal sebagai tokoh penting dalam gerakan hak-hak sipil—contoh kebaikan yang memimpin komunitas Afrika-Amerika meraih kebebasan dan kesetaraan dengan cara damai tanpa kekerasan. Warisan King melambangkan keteguhan moral yang luar biasa, dan banyak orang memberikan penghormatan dengan bunga setiap kali ulang tahunnya tiba di bulan Januari. Namun, di balik semua itu, ada sisi lain dari King—kehidupan rahasia yang penuh dengan perselingkuhan, penyimpangan seksual, dan hubungan politik yang meragukan, yang sudah tersembunyi selama lebih dari 50 tahun.
Setelah pembunuhan King, berkas-berkas FBI miliknya tetap tertutup rapat, menyimpan cerita yang sebenarnya banyak orang tidak tahu. Namun, pada akhir 1970-an, beberapa dokumen FBI King mulai dibuka, dan apa yang terungkap sangat mengejutkan—kehidupan pribadi dan hubungan politik King jauh lebih rumit dan gelap dibandingkan citra publik selama ini.
Di balik kehidupannya yang tersembunyi, King kerap melakukan hubungan di luar nikah serta mengikuti pesta seks dengan pelacur. Berkas-berkas FBI menunjukkan King seperti pecandu seks yang tidak bisa mengendalikan hasratnya, meskipun sadar sedang diawasi. Selama bertahun-tahun, para agen mencatat perselingkuhan King dengan banyak wanita di hotel dan tempat tersembunyi. Namun laporan mereka bukan soal perselingkuhan biasa—mereka bercerita tentang pesta seks liar yang seolah diambil dari cerita dewasa.
Salah satu memo menjelaskan bagaimana King mengadakan pesta sex “orgy” semalam suntuk di Hotel Willard, Washington DC, dengan suasana penuh tawa kencang, kata-kata kasar, dan teriakan makian dari banyak wanita yang hadir. FBI lalu menyimpulkan King sebagai orang yang mengalami gangguan seksual parah.
Selain itu, agen FBI juga menemukan King jadi pelindung para pelacur selama bertahun-tahun, bahkan meninggalkan sebuah rumah perlindungan waktu FBI melakukan penggerebekan di Atlanta. Ada rekaman suaranya yang mengejek Tuhan dan melontarkan kata-kata kasar soal seks oral. King terlihat menikmati perannya sebagai “pemimpin Negro” dan berharap bisa mendapatkan wanita kulit putih malam itu juga.
Baca Juga: COINTELPRO: Program Rahasia FBI Dalam Negeri
Lebih dari sekadar hidup bebas, King juga diketahui menyakiti banyak perempuan pengikutnya, termasuk wanita berumur 39 tahun yang sedang mengandung anaknya. Dia pun menghamili pelajar berumur 19 tahun. Ketika wanita itu menolak, King mengancam, “Kau tahu aku bisa merusak reputasimu.”
Kesalahan King bukan hanya urusan pribadi biasa. Seperti Marcus Garvey sebelumnya, King memanfaatkan kekuasaan untuk memaksa dan menyakiti wanita secara seksual. Dia menggunakan posisinya untuk membuat mereka tunduk dan diam. Dalam hal ini, King mewakili sisi buruk dari beberapa pemimpin pria karismatik di masa itu yang bisa bicara soal pembebasan ras tapi malah memperlakukan perempuan seperti barang mainan.
Namun masalah King bukan cuma soal ranjang saja. King juga dikenal sebagai simpatisan komunis dan sahabat tokoh kiri terkenal, Stanley Levison, yang membantu dalam pidato dan strategi politik. Levison sendiri adalah mantan pemimpin buruh komunis yang pernah diselidiki oleh komite pengawas anti-komunis. Berkas FBI menyebut King secara diam-diam bekerja sama dengan Levison dan bertindak sebagai “jenis terburuk dari ‘Tom’” demi kepentingan Partai Komunis.
King dianggap begitu berbahaya sampai FBI menyebutnya sebagai “pemimpin Negro paling efektif dan mengancam di negara ini.” Berkas FBI tahun 1963 menyebutnya alat kelompok subversif yang ingin menghancurkan bangsa. Tapi yang paling dimanfaatkan FBI untuk melumpuhkan King adalah informasi tentang kehidupan seksualnya yang tersembunyi.
Kampanye besar FBI terhadap King mendapat persetujuan pribadi dari Direktur FBI, J. Edgar Hoover. Agen-agen menggali masa lalunya dan mewawancarai banyak saksi tentang urusan luar nikahnya. Mereka mengirim surat dan rekaman ancaman ke King, menyatakan akan membuka “kotorannya” pada publik, bahkan mengirimkannya ke istrinya. “Apakah Anda tahu mengapa suami Anda tidak pulang saat ulang tahun Anda?” tulis salah satu surat. “Dia menghabiskan malam di Washington D.C.” dan “kau tahu dia tidak sendiri.”
Bahkan FBI mengirim rekaman dari “saudaranya, A.D. King,” yang memperingatkan King akan dicap sebagai “binatang kotor dan abnormal” jika tidak bunuh diri. King, yang bersembunyi di kamar motel, menangis dan mengeluh pada teman-teman lewat telepon, takut FBI akan menghancurkan reputasinya dan mengantarkannya pada kematian atau kehancuran. Istrinya Coretta mengatakan rekaman itu sampai membuatnya berpikir untuk bunuh diri.
Tentu, urusan luar nikah King sudah lama jadi bahan gosip dan debat. Namun berkas FBI memberikan bukti lengkap dan rinci. Memo dan rekaman itu menggambarkan King sebagai pria yang berani melanggar aturan moral dasar—seseorang yang mendakwahkan pesan perdamaian dan cinta, tapi hidup dengan cara penuh dosa dan menoleransi hal-hal yang tidak benar dalam kehidupannya.
Di sisi lain, King didukung dan difasilitasi oleh pemerintah yang sama yang mengawasinya. Berkas FBI menunjukkan pemerintah mengetahui banyak hal tentang kehidupan seksual King, yang menimbulkan pertanyaan—apakah mereka ikut berperan dalam naiknya King sebagai pemimpin? Ini pertanyaan sulit, tapi muncul dari fakta-fakta nyata dalam hidup King.
Pada akhirnya, kampanye FBI terhadap King adalah bab kelam dalam sejarah Amerika. Banyak pelajaran bisa kita ambil dari kisah lengkap hidup dan perjuangan King. Jika ingin mengerti perjuangan gerakan hak-hak sipil masa kini, kita harus melihat King secara menyeluruh—bukan hanya sebagai tokoh legendaris, tapi manusia yang kompleks. Hanya dengan begitu, kita dapat belajar sejarah dengan jujur.
Referensi: National Archive.gov