Guy de Rothschild: Sejarah Awal Terjalinnya Kerjasama Bersama Vatikan dan Eugenio Pacelli


Sejarah Rothschild dan Vatikan



Pada hari raya Yom Kippur, hari suci umat Yahudi yang jatuh pada musim gugur tahun 1931, Guy de Rothschild melangkah melewati gerbang besar di 19 Rue Laffitte. Hari itu menandai pertama kalinya ia memasuki dunia bisnis sebagai orang dewasa.

Hari tersebut dipilih dengan sangat hati-hati. Bagi kebanyakan orang, mungkin momen itu dianggap sebagai awal karier perbankan, tapi bagi Rothschild sendiri, itu seperti memasuki sebuah ikatan suci. Di usianya yang ke-22, tugas pertama Guy adalah menulis surat—salah satunya ditujukan kepada Kardinal Pacelli, yang saat itu bertanggung jawab atas urusan keuangan Tahta Suci dan kelak dikenal sebagai Paus Pius XII. Kardinal Pacelli juga dikenal menyimpan catatan pribadi tentang berbagai urusan, termasuk dengan rumah bankir besar, Rothschild.

Dalam buku "Pope John Paul II: The Pope in Winter," penulis John Cornwell mengupas tentang Eugenio Pacelli, yang nantinya menjadi Paus Pius XII. Pacelli digambarkan sebagai salah satu figur paling berpengaruh—bahkan paling berbahaya—dalam sejarah Gereja modern. Selama Perang Dunia II, dia bukan saja gagal menentang kejahatan Nazi, tetapi juga dituduh berperan dalam membiarkan terjadinya Solusi Akhir Hitler.

Pada awal abad ke-20, Pacelli dikenal sebagai pengacara Vatikan yang luar biasa cerdas. Ia berjasa membentuk ideologi baru tentang kekuasaan kepausan yang belum pernah ada sebelumnya. Saat menjadi utusan Vatikan (nunsius) di Munich dan Berlin pada tahun 1920-an, Pacelli diketahui menggunakan segala cara, termasuk tekanan dan taktik licik, untuk memperkuat pengaruh Roma di Jerman.

Pada tahun 1933, ia menandatangani perjanjian Reich Concordat dengan Hitler. Perjanjian ini membuat rezim Nazi bisa berkuasa tanpa hambatan berarti dari komunitas Katolik Jerman yang sangat besar, bahkan secara tidak langsung ikut menentukan nasib orang-orang Yahudi di Eropa.

Banyak orang bertanya, bagaimana mungkin Eugenio Pacelli bisa melakukan semua itu tanpa tindakan tegas dari pihak Gereja, apalagi dengan kedekatannya dengan keluarga Rothschild? Guy de Rothschild sendiri sudah delapan tahun menjalin korespondensi dengan Pacelli sebelum sang kardinal naik tahta menjadi Paus. Sebuah teori konspirasi pun berkembang: jika Pacelli dijuluki "Paus Hitler", lalu jika Hitler berhubungan dengan Rothschild, mungkinkah Pacelli juga disebut sebagai "Paus Rothschild"?

Selama masa kepausan hingga setelah wafatnya, Pacelli kerap disebut sebagai anggota "Bangsawan Hitam". Ini adalah sekelompok kecil keluarga aristokrat Roma yang berdiri bersama para Paus dalam sejarah panjang perjuangan kekuasaan, khususnya di masa-masa pembentukan negara Italia. Ayah dan kakek Pacelli, sebelum dirinya, memperoleh kedudukan terhormat berkat keterlibatan sebagai pengacara awam Vatikan.

Hubungan keluarga Pacelli dengan Tahta Suci sudah berlangsung sejak tahun 1819, saat kakeknya, Marcantonio Pacelli, datang ke Roma untuk menuntut ilmu hukum kanon di bawah bimbingan pamannya, Monsignor Prospero Caterini. Pada 1834, Marcantonio telah menjadi advokat di Pengadilan Rota Suci, pengadilan gereja yang menangani urusan seperti pembatalan pernikahan.

Sembari membesarkan sepuluh anak—anak kedua dari Marcantonio adalah ayah Eugenio, Filippo Pacelli yang lahir pada 1837—Marcantonio juga menjadi orang kepercayaan penting dalam pemerintahan Paus Pius IX, atau yang dikenal sebagai Pio Nono.


Baca Juga: Paus Hitam : Dalang di Balik Tirai Vatikan


Pio Nono, yang dikenal sebagai sosok cepat marah, karismatik, dan menderita epilepsi (nama aslinya Giovanni Maria Mastai-Ferretti), dinobatkan sebagai Paus pada tahun 1846. Ia sangat meyakini, seperti para paus sebelum dirinya, bahwa wilayah kepausan yang membentang di tengah semenanjung Italia sangat penting untuk menjaga kemerdekaan para penerus St. Petrus. Ia pun berpendapat, jika seorang Paus hanya menjadi penduduk di negara "asing", bagaimana ia bisa benar-benar bebas dari pengaruh setempat?

Namun, hanya tiga tahun setelah dinobatkan, tampaknya Pio Nono hampir kehilangan kedaulatannya atas Kota Abadi (Roma) karena tekanan dari kelompok republik.

Pada 15 November 1849, sebuah peristiwa tragis terjadi. Pangeran Pellegrino Rossi, menteri sipil dari negara-negara kepausan yang terkenal dengan sikap sarkastiknya, datang ke Palazzo della Cancelleria di Roma. Ia menyapa kerumunan yang tampak sangat muram dengan senyumannya yang sinis. Namun, tepat saat ia hendak masuk ke dalam gedung, seorang pria tiba-tiba melompat ke arahnya dan menikam lehernya hingga tewas.

Keesokan harinya, Istana Musim Panas Quirinal milik Paus yang terletak di atas kota, dijarah oleh massa. Pio Nono, yang demi keselamatan menyamar sebagai pastor dengan jubah sederhana dan kacamata besar, melarikan diri ke benteng di tepi laut Gaeta, berlindung di bawah perlindungan kerajaan Napoli.

Dalam pelariannya, Pio Nono membawa Marcantonio Pacelli sebagai penasihat hukum dan politiknya. Dari tempat persembunyian ini, ia mengutuk keras "pengkhianatan besar oleh kaum demokrat" dan bahkan mengancam pendukung mereka dengan ekskomunikasi.

Akhirnya, hanya dengan bantuan pasukan bayonet Prancis dan pinjaman dari keluarga Rothschild, Pio Nono memutuskan untuk kembali ke Vatikan setahun kemudian. Ia pun melanjutkan pemerintahannya yang penuh kontroversi atas kota Roma dan sisa wilayah kepausan.

           Peristiwa-peristiwa inilah yang menunjukkan bahwa, sejak saat itu, keberadaan Vatikan ternyata sangat bergantung pada dukungan baik militer maupun keuangan dari keluarga Rothschild.


Sebelumnya Selanjutnya